Oleh: Tb Ardi Januar
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, akhirnya memutuskan bergabung dengan kubu Jokowi-Ma’ruf dan didaulat menjadi kuasa hukum pasangan nomor urut satu tersebut.
Kita semua menghormati keputusan Yusril yang selama ini dikenal sebagai pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam berdemokrasi, setiap individu dan partai politik berhak menentukan pilihan dan arah perjuangan.
Namun demokrasi juga membutuhkan etika. Tindakan Yusril yang menuding Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, sebagai pribadi yang sulit dihubungi dan mau enak sendiri dalam membangun koalisi sangatlah tidak berdasar dan cenderung fitnah.
Rekam jejak Prabowo dalam ikhtiar membangun koalisi jelang Pilpres sangat mudah dicari. Dan jejak digital publikasi selama ini membantah segala tudingan Yusril.
PAN mengunjungi kediaman Prabowo. Begitu pun Prabowo melakukan kunjungan ke PAN. PKS kerap mengunjungi kediaman Prabowo. Begitupun Prabowo kerap melakukan kunjungan balasan ke kantor PKS. Pemandangan itu tidak hanya terjadi saat menjelang Pilpres, tetapi sudah sejak zaman Pilkada DKI Jakarta.
Prabowo dengan segala kerendahan hati menyambangi kediaman SBY selaku Ketua Umum Partai Demokrat untuk menjajaki koalisi. Begitupun SBY pernah juga diundang ke kediaman Prabowo dengan penuh kehangatan.
Prabowo pernah menghadiri ijtima’ ulama dan sejumlah kegiatan tabligh akbar. Begitu juga para ulama kerap bersilaturahmi ke rumah Prabowo untuk membahas persoalan Bangsa. Para tokoh dan aktivis buruh pernah berkunjung dan berdiskusi ke rumah Prabowo, begitu pula Prabowo pernah menghadiri acara May Day dan melakukan kontrak politik bersama para buruh.
Ibu Rachmawati selaku puteri Proklamator Bung Karno kerap bersilaturahmi ke kediaman Prabowo. Begitu juga Prabowo yang sudah beberapa kali mengunjungi Ibu Rachmawati, bahkan menghadiri upacara 17 Agustus di Kampus UBK milik Ibu Rachma.
Prabowo sudah beberapa kali mengundang relawan Roemah Djoeang ke kediamannya. Begitu juga Prabowo rela berpanas-panasan dan hujan-hujanan mendatangi beberapa titik basis massa Relawan Roemah Djoeang.
Bahkan, Prabowo pernah mengundang para emak-emak ke Hambalang dan Prabowo pun melakukan kunjungan balasan saat emak-emak mengadakan acara di salah satu pusat perbelanjaan.
Semua komunikasi politik yang dilakukan Prabowo selalu dua arah. Prabowo tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengar. Prabowo selalu menghormati dan mengakomodir semua mitra koalisi. Prabowo tidak memiliki sejarah berkhianat dan mau enak sendiri dalam berjuang. Itu semua fakta yang tak bisa dibantah.
Jadi, kalau sekarang Yusril menuding Prabowo sulit untuk dihubungi dan mau enak sendiri dalam membangun koalisi, itu adalah tudingan tidak benar dan terbantahkan dengan sendirinya. Tudingan tersebut sangat mengada-ada dan terkesan maksa.
Pemilu 2019 nanti tidak hanya soal Pilpres tetapi juga soal Pileg. Dan tim koalisi Prabowo-Sandi memiliki Direktorat Pemberdayaan Caleg yang diisi perwakilan sejumlah partai. Salah satu tujuannya adalah agar partai koalisi sama-sama sukses dalam pemilu legislatif.
Bagi saya, tudingan Yusril hanyalah manuver politik, upaya pembelaan diri dan bentuk mencari kambing hitam pasca dirinya mendapat sorotan tajam dari akar rumput yang menyayangkan langkah politiknya tersebut.
Sebaiknya, Yusril fokus saja berjuang bersama Jokowi tanpa harus menyerang apalagi memfitnah Prabowo. Mari ciptakan demokrasi yang sejuk dan dewasa. Semoga dengan keputusan Yusril mendukung Jokowi-Ma’ruf, Partai Bulan Bintang yang sudah lama absen di Parlemen, bisa kembali masuk Senayan. Sekian… ***
Tb Ardi Januar adalah kader Gerindra, pegiat Media Sosial dan Staf Ahli Fraksi Gerindra MPR RI.