law-justice.co – Beredar surat mantan Presiden SBY yang mempertanyakan ketidaklaziman kampanye 02 di GBK hari ini karena dianggap tidak inklusif. Saya tahu arahnya ke mana yakni adanya tahajud bersama, subuh berjamaah dan lantunan sholawat.
Nah, dalam hal ini saya ingin membahas dua hal yakni:
1) Kenapa sampai terjadi ketidaklaziman kampanye.
2) Apa yang dimaksud dengan kampanye tidak lazim dan tidak inklusif.
Kampanye ini dianggap SBY tidak lazim karena adanya tahajud, subuh berjamaah dan sholawat dalam run down acara. Dari pengalaman gerakan 212, saya ingin mengatakan ketidaklaziman ini dimulai dari adanya pihak yang tidak ingin acara ini sukses.
Gerakan 212 diupayakan tidak sukses dengan mencegah bus mengangkut penumpang dari luar kota. Ada aksi ada reaksi. Alih-alih mencegah, justru reaksi santri Ciamis yang memutuskan untuk jalan kaki long march Ciamis Jakarta malah menjadi stimulus bagi tidak terbendungnya lautan massa ke Monas. Saya haqqul yakin, andai tidak ada stimulus santri Ciamis, peserta 212 tidak akan sebanyak itu.
Sekarang kampanye 02 diusahakan tidak sukses juga dengan memberikan alokasi waktu kampanye yang tidak lazim juga yakni berakhir pukul 10. Lazimnya izin diberikan jam 8 sampai jam 12 atau lebih panjang lagi. Jika waktu harus berakhir jam 10, tentu saja dimulainya jam 6. Jika dimulai jam 6, tentu saja harus berangkat jam 2 sampai jam 4 dari rumah. Dengan demikian sudah ada peserta yang sampai di Gbk jam 3. Nah antara jam 3 sampai jam 6 peserta mau diapain? Mau disuguhi musik dangdut seperti lazimnya kampanye? Tdk mungkinkan? Satu-satunya yang mungkin ya tahajud, subuh berjamaah dan sholawat.
Jadi kalau ini disebut tidak lazim adalah karena adanya ketidaklaziman izin yang diberikan penguasa. Coba andaikan izinnya lazim saja yakni jam 8 sampai 12. Saya berani jamin tidak akan ada tahajud dan subuh berjamaah dalam run down acara.
Yang kedua adalah definisi inklusif. Maksud SBY mengatakan tidak inklusif tentu saja adalah dengan adanya tahajud, subuh berjamaah dan sholawat. Disebut tidak inklusif karena memang non muslim tentu tidak bisa berpartisipasi ikut tahajud, subuh dan sholawat. Seolah-olah panitia kurang peka dengan perasaan non muslim.
Tapi coba kita balik sekarang. Jika kampanye yang lazim dan inklusif itu adalah yang ada dangdutnya, maka kita juga perlu mempertanyakan. Apakah benar dangdut inklusif? Saya ingin mengatakan bahwa dangdut itu tidak inklusif. Tidak semua pihak bisa berpartisipasi dalam dangdut. Misalnya para ulama, ustadz, dan muslim taat. Berarti dangdut tidak inklusifkan? Berarti panitia kampanye dangdut juga tidak peka terhadap perasaan orang lain yang tidak bisa ikut dangdut.
Jadi saya ingin mengatakan kepada SBY dan semua orang, apa yang dimaksud dengan lazim dan inklusif itu. Jangan katakan kampanye dangdut adalah lazim dan inklusif sedangkan sholat dan sholawat dianggap tidak lazim dan tidak inklusif. Ini sangat tidak fair dan termasuk logical fallacy.
Justru inilah hikmah dari kezhaliman penguasa dalam perizinan, kenapa diizinkan pagi sampai jam 11.00 siang? Sedianya jam 13.00 sampai jam 17.00 pasti tidak ada sholat tahajud dan sholat shubuh.
Karena itu jelas kehendak Allah SWT yang sudah mengaturnya … jadi jangan nyinyir lah…