Tb Ardi Januar
Dulu saat musim perang dingin, Bung Karno pernah melontarkan candaan atau joke kepada Duta Besar Amerika Serikat, Howard P Jones. Kalau pakai istilah bahasa anak sekarang, Bung Karno kira-kira bertanya seperti ini, “Bro, tahu enggak persamaan usia wanita dengan kondisi sebuah negara?”
Jones hanya menggelengkan kepala, sebagaimana diceritakan mantan ajudan Bung Karno, Bambang Widjanarko, dalam sebuah buku berjudul ‘Sewindu Dekat Bung Karno’.
“Perempuan 15 sampai 19 tahun ibarat Bangsa Afrika. Mereka liar, muda, dan belum banyak terjamah. Wanita usia 20 sampai 29 tahun seperti Amerika Serikat. Kaya, bersemangat dan punya banyak kelebihan.” kata Bung Karno
“Wanita usia 30 sampai 39 tahun seperti India. Punya banyak kisah dan misterius. Wanita 40-49 tahun seperti Prancis. Dia punya kejayaan tapi sayangnya di masa lalu. Sedangkan wanita usia 50, 60 dan 70 tahun itu seperti Rusia. Besar, lebar dan tak satu pun yang mau mendekat.” kelakar Bung Karno disambut tawa oleh Jones.
Tidak ada pihak yang marah dengan pernyataan Bung Karno. Tidak ada juga tuduhan Bung Karno menghina perempuan. Kenapa? Karena semua orang tahu itu sekadar joke. Mungkin akan ada pihak yang marah kalau pernyataan Bung Karno tersebut diplintir media partisan menjadi, “Perempuan Rusia besar dan tidak ada yang mau”.
Mantan Presiden Gus Dur juga pernah melontarkan joke segar. Muhammad Zikra pernah menulis ulang joke Gus Dur tersebut dalam sebuah buku berjudul ‘Tertawa Bersama Gus Dur’. Dalam sebuah kesempatan di tahun 2002, Gus Dur pernah mengisi khutbah nikah anak seorang kiai di Pesantren Pajarakan, Probolinggo, Jawa Timur.
Dalam ceramahnya, Gus Dur bilang bahwa semua presiden di Indonesia itu KKN. KKN yang dimaksud Gus Dur bukanlah korupsi, kolusi dan nepotisme, tetapi singkatan yang dibuat Gus Dur sendiri.
“Soekarno Kanan Kiri Nona, Soeharto Kanan Kiri Nabrak, Habibie Kecil Kecil Nekat, dan saya Kanan Kiri Nuntun. Yang repot presiden setelah saya juga KKN, yakni Kayak Kuda Nil…” seloroh Gus Dur. Sontak para hadirin langsung tertawa lepas dan terhibur dengan joke Gus Dur.
Tidak ada yang demo Gus Dur. Tidak ada juga bupati yang menyebut ‘Asu’ kepada Gus Dur. Semua mengerti bahwa itu hanyalah joke untuk mencairkan suasana dan mendekatkan emosional. Mungkin akan menjadi masalah bila pidato Gus Dur diplintir politikus karbitan atau buzzer sampah yang tidak mendengar pidato secara utuh.
Begitu juga dengan joke Prabowo tentang “Tampang Boyolali”. Apa yang dilontarkan Prabowo adalah guyonan dengan tujuan mencairkan suasana, mendekatkan emosional, serta wujud keprihatinan atas potret ketimpangan. Kala itu semua audiens terhibur, tercerahkan dan mengerti maksud Prabowo. Tidak ada yang protes dan interupsi.
Jadi sangat lucu bila joke Prabowo tersebut dipolitisir, diplintir dan diframing menjadi seolah bentuk penghinaan. Prabowo adalah orang terdidik yang dibesarkan oleh keluarga terhormat. Tak masuk akal rasanya bila dia nekat menghina orang di depan publik.
Menurut Psikolog Doris Bergen, orang yang suka melontarkan joke dan memiliki selera humor tinggi adalah ciri orang cerdas, tangguh dan mampu menghadapi berbagai kesulitan.
Jadi kalau ada pihak yang marah, menghasut dan mempolitisir joke Prabowo tanpa memahami konteks dan hanya memenggal satu kalimat saja, bisa jadi orang tersebut tidak memiliki sense of humor, otaknya tegang, kurang cerdas, kurang liburan atau panik melihat elektabilitas sang jagoan yang terus mangkrak.***
Tb Ardi Januar adalah pegiat media sosial dan Tenaga Ahli Fraksi Gerindra MPR RI.