Persahabatan dua orang ini sangat erat. Bahkan sampai bertaruh nyawa. Di dunia tentara yang nyawa bisa ada di ujung tanduk pada kapanpun, persahabatan mereka bisa selamanya. Selama hayat dikandung badan.
Tulisan almarhum Dokter Boyke Setiawan yang saya turunkan ulang ini, beredar sudah lama. Mungkin setahun lalu. Dan, betul, menunjukkan persahabatan Pak Boyke dan Pak Prabowo sampai kini.
Isteri alm., Ibu Jasmin Setiawan, yang juga seorang atlet terjun payung nasional Indonesia di masa mudanya, saya kenal beberapa tahun lalu. Terutama ketika kami intens bekerjasama dalam buku yang saya tulis-sunting: “Prabowo Subianto dalam 67 Tuturan Emak-emak” terbit tahun lalu.
Dalam buku ini, Bu Jasmin Setiawan menceritakan bagaimana mereka (ia dan suami) tetap bersama Pak Prabowo di saat sangat sulit, yaitu Tragedi 1998. Di saat banyak teman2 tentara Pak Prabowo justru meninggalkannya, pasangan Setiawan selalu ada dan membantu. Itulah yang mengikuti dan mengeratkan kedua sahabat ini sampai Partai GERINDRA berdiri dan besar (2008-kini). Almarhum aktif sebagai Rektor Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, sampai akhir hayatnya.
Kenangan hidup yang dituliskan sendiri oleh pemilik kenangan, adalah jejak paling berharga. Tak terbantah, sahih. Itulah mungkin kenapa orangtua kita selalu ingatkan pentingnya kita mengisi hidup dengan jujur, amanah dan setinggi apa yang kita mampu lakukan untuk kebaikan. Lingkungan kecil dulu, untuk kemudian negara dan bangsa.
Itulah sebab saya turunkan kembali tulisan almarhum dr. Boyke Setiawan yang sudah beredar sejak jauh sebelum pemilihan Presiden RI 2019. Silakan membaca seraya berdoa untuk almahum. Al Fatihah.
(Imelda Bachtiar, penulis buku).
***
Terjun Payung Bersama Prabowo: Sarung Tangan Kanannya Hilang Ditelan Langit Biru?
oleh: Boyke Setiawan
Pada tahun 1981, saat saya bergabung di Kopassus TNI-AD, dan menginjakkan kaki pertama di Markas Komando Pasukan Khusus di Cijantung, tidak tampak suasana keangkeran layaknya Markas Pasukan Khusus TNI-AD.
Saya, bersama dua orang sejawat dokter, diterima oleh Komandan Detasemen Markas Passus. Saat itu namanya masih Kopasandha: Komando Pasukan Sandi Yudha.
Dokter Dally, menyampaikan kepada Dandenma, bahwa saya “Penerjun” dan oleh Wakil Komandan Detasemen Markas Mayor Nurdin, saya diantar ke Mobile Team Training (MTT), dari US Airborne Special Forces, yg sedang melatih para Prajurit Kopassus dalam kemampuan Terjun HALO (High Altitude Low Opening), atau terjun dari ketinggian di atas 30.000 kaki(+/- 10 km) di atas Permukaan Laut/DPL) dan mencabut payung di ketinggian sekitar 600 m DPL.
Saya, dites Ground Training di atas tanah dalam berbagai posisi terjun dan dilakukan tes terjun bersama Sersan Kepala Bill Matheuws.
Saat itu, saya baru terjun sekitar 48 kali dan saat di tes oleh pelatih dari Amerika, saya ditangkap di udara 3X atau dikenal dengan sebutan: Kerjasama di Udara (Relative Works).
Saya, langsung diangkat menjadi Asisten Pelatih dan bertugas mengawal dua siswa penerjun, setiap kali terjun. Kami terjun setiap hari 2-3 kali. Setelah 3 minggu latihan, saya diperintah untuk mengawal Kapten Inf. Prabowo dan jumlah terjun saya sudah mencapai 80-an kali Terjun Bebas.
Sebelum terjun, tugas kami adalah memeriksa kesiapan dan kenyamanan payung, ransel tempur dan senjata laras panjang yang dibawa terjun-tempur.
Saya dan Bapak Prabowo, mendarat selalu berdekatan karena selesai melipat payung, kami saling check dan re-check parasut kami masing-masing.
Bapak Prabowo, yang saya kenal saat latihan terjun, penuh canda ria, ramah, berani, hatinya halus, bicara apa adanya di hati dan selalu tersenyum baik di darat maupun di pesawat.
Suatu hari terjun di akhir pekan, kami tidak membawa peralatan tempur seperti ransel, senjata dan lain-lain.
Saya memberanikan diri, menyampaikan usul kepada Pak Prabowo, ”Ijin Pak, Boleh saya menangkap Bapak di udara?”
Pak Prabowo menjawab, ”Boleh Dok…boleh…silakan. Saya harus gimana?”
Boyke, ”Pak, saya exit dari pesawat C-130(Hercules), menempel di punggung Bapak dan nanti saya ke depan Bapak untuk menangkap tangan Bapak dan kita Break Off (Berpisah di ketinggian 3.500 kaki). Kami latihan kering atau Ground Training dulu, disaksikan Pelatih Amerika: Seargent Bill Matheus.
Sersan Bill, mengangguk-angguk, tanda bahwa: Loud n Clear, menangkap Kap. Prabowo di udara bisa dilaksanakan.
Kala itu, jumlah terjun saya sudah 99 kali, dan seperti biasa, saya duduk berdampingan dengan Bapak Prabowo sampai ketinggian pesawat C-130 Hercules di atas 13.000 kaki atau sekitar 4,3 km di atas permukaan laut.
Saat “Door Open”, atau pintu pesawat dibuka, kami semua para penerjun berdiri dan saling periksa peralatan terjun.
Ketika 6 (enam) detik sebelum perintah “Exit/Loncat Keluar”, Saya dan Pak Prabowo, sudah ada di bibir pintu Hercules, dengan kecepatan terbang sekitar 200 km/jam.
Ketika perintah Exit dikeluarkan: “Ready Set Go!”, saya dan Kap.Inf. Prabowo, loncat keluar hampir bersamaan dan saya pegang sedikit celana loreng Kopassusnya.
Saya lihat Pak Prabowo, ada sekitar 20(dua puluh) meter di bawah saya, dan saya lakukan “Dive” (menukik), agar lebih dekat kepada Pak Prabowo. Saya berhasil mendekati Bapak Prabowo dari belakang, dan ketika akan akan masuk dari depan, agak kesulitan, akhirnya saya pegang kaki Pak Prabowo, dan merayap ke depan sampai dapat menangkap tangan Bapak dari depan.
Saya meluapkan kegembiraan sambil mengguncang tangan Bapak dan kami tertawa dan teriak bersama. Tentu gembira karena terjun ke-100 inilah pertama kali saya bisa menangkap penerjun lain dan penerjunnya bernama Prabowo Subianto.
Ketika sudah saatnya berpisah, saya melihat altimeter (alat pengukur ketinggian), Pak Prabowo sudah menunjukkan ketinggian 4.000 kaki dpl, saya guncangkan tangan dan anggukkan kepala, tanda untuk berpisah dan siap membuka parachute.
Ketika kami mendarat hampir bersamaan dengan jarak sekitar 20 meter, tiba-tiba Pak Prabowo teriak, ”Dok, sarung tangan kanan saya ilang?!”
Saya bingung sekejap? Kok sarung tangan bisa hilang?
Astagfirullah, sarung tangannya ada di tangan kiri saya? Dan saya langsung berkata, ”Siap pak, saya ada cadangan sarung tangan, dikasih Mayor PNB. Chappy Hakim (kelak menjadi KSAU).”
Saya berikan sarung tangan, jenis yang sama yang biasa dipakai Penerbang Amerika kepada Pak Prabowo.
Itulah sepenggal cerita, “Terjun Bareng Prabowo”, dan sampai hari ini Pak Prabowo tidak pernah tahu, kalau sarung tangannya ada di tangan kiri saya dan waktu berpisah(Break Off), sarung tangan kanan nya tercabut/terlepas terbawa saya?
Saya, saat itu tidak lapor (sarung tangan) ada di tangan saya, khawatir tidak mau ditangkap di udara lagi oleh saya?
Mohon maaf Jenderal, saya baru cerita hari ini…
Dan #SelamatBerjuangJenderal✊️💙🇲🇨
(Saya, Boyke Setiawan, mengakhiri Ikatan Dinas di Kopassus setelah 5 tahun 6 bulan bekerja, dengan pangkat Kapten CDM (Corps Dokter Militer) dan jumlah kejadian Terjun Payung sekitar 2.867 kali terjun.)
#BlueSky n #HappyLanding👌🙏
Keterangan foto: Prabowo di tengah-berhelm, di kanan: Alm. Imam, kiri: Boyke Setiawan, belakang kanan: Kusnadi Sukarya dan belakang kiri: Alm.Imam Rusmono dan Photografer: Nandang Hermansyah.