Politisi muda Partai Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengatakan bahwa pembuatan RUU di DPR sering kali didasarkan pada kepentingan politik. Kepentingan yang dimaksud, contohnya, seperti ada fraksi yang menolak atau menunda suatu RUU lantaran khawatir kehilangan konstituen.
“Jadi RUU apa pun yang ada di DPR, saya dengan sedih menyatakan bahwa sering kali ini bukan soal kemanusiaan dan bukan soal ideologi tapi soal politik,” katanya di DPP Gerindra, Jakarta, Sabtu (12/10).
Ia menegaskan, pernyataannya ini muncul bukan karena dirinya tidak lagi menduduki kursi parlemen. Menurutnya, ini adalah sebuah kenyataan yang sering ia katakan sejak masih menjabat sebagai anggota DPR.
Malahan, DPR sendiri sebenarnya sudah menyadari kalau ada banyak pihak yang kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum Indonesia. “Mereka frustrasi dan tidak yakin dengan sistem judicial kita. Pokoknya polisi tidak bisa memberikan perlindungan, hakim bisa dibeli, jaksa enggak becus. Akhirnya, pokoknya semua undang-undang hukum enggak usah ada,” ujar Politisi muda Gerindra ini.
Selain itu, wanita yang akrab disapa Sara ini juga menyebutkan, terdapat perbedaan cara pandang ideologi negara di DPR. Hal ini kerap kali jadi suatu hambatan yang sangat berpengaruh dalam proses pengesahan suatu perundang-undangan.
“Saya akhirnya melihat sebenarnya ada perdebatan ideologi negara yang sedang terjadi. Bukan saya menyatakan bahwa ada ideologi yang keliru, bukan. Karena itu bukan hak saya,” ucap Sara.
Oleh karenanya, ia berharap DPR serta pemerintah dapat memperbaiki permasalahan-permasalahan ini. Khususnya dalam pembuatan RUU, tidak lagi dibenarkan berdasarkan kepentingan politik saja, harus juga didasari kepentingan publik dan ideologi.
Sumber : https://www.gatra.com/detail/news/450521?t=2