PERNYATAAN PERS
Ragunan, Sabtu, 12 Oktober 2019
DASAWARSA PEREMPUAN INDONESIA RAYA (PIRA), 2009-2019
DISKUSI INTERAKTIF
“PEMAHAMAN HUKUM YANG ADIL DAN BERPERSPEKTIF GENDER”
“Utamakan perlindungan korban, hindari kriminalitas,” demikian tulis koordinator nasional LBH-APIK, (Nursyahbani Katjasungkana, Harian KOMPAS, 20 September 2019).
Banyak kalangan telah memberikan kritik terhadap RUU KUHP, sebagai over-kriminalitas dan memasuki terlalu jauh hak pribadi warga negara yang dijamin sepenuhnya oleh konstitusi dan merupakan hak yang tidak bisa diganggu-gugat oleh penguasa. Padahal, demikian tulisan lanjutan Nursyahbani, UU khusus diperlukan bukan hanya karena ada kekhususan dalam perbuatan yang hendak dipidana (misalnya karena ketimpangan relasi gender), tetapi juga dalam rangka memberikan mandat kepada pemerintah untuk meakukan penghapusan diskriinasi dan kekerasan, melakukan upaya pencegahan dan pemulihan korban, serta memecah budaya bisu akibat kuatnya sistem nilai patriarki. Hal ini sesuai dengan mandat Pasal 5 Konvensi Perempuan CEDAW yang sampai saat ini belum dijalankan pemerintah Republik Indonesia.
Nursyahbani Katjasungkana, aktifis dan pelopor hak asasi perempuan, kini koordinator nasional LBH-APIK dan pernah pula duduk di parlemen, akan menjadi pembahas utama diskusi interaktif yang diselenggarakan dalam rangka HUT PIRA ke-10 hari ini.
Perempuan Indonesia Raya (PIRA), organisasi sayap perempuan Partai Gerindra, berulang tahun ke-10. PIRA berdiri di Jakarta, 9 Oktober 2008, mengajak perempuan Indonesia berpartisipasi dalam segala aspek kehidupan sebagai warga bangsa, utamanya berpolitik praktis.
PIRA, berdiri tak lama setelah berdirinya Partai GERINDRA pada 6 Februari 2008. Ini tentu menjadi jejak bagaimana Partai GERINDRA selalu berkomitmen menyuarakan suara perempuan dalam setiap kegiatannya dan dalam kehidupan sehari-hari Berpolitik bukan hal yang asing bukan hal yang asing bagi perempuan. Tetapi, politik dalam jalur resmi dan terakreditasi dalam partai politik, masih langka untuk perempuan.
Visi PIRA adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui gerakan perempuan Indonesia dalam setiap aspek kehidupan. Ini dimulai dari ekonomi kerakyatan, pendidikan, budaya, dan kesehatan dalam rangka kemandirian bangsa. Misi PIRA adalah menjalankannya dengan bergabung dalam Partai GERINDRA.
PIRA sebagai wadah sayap Perempuan di bawah Partai GERINDRA, berkewajiban untuk berperan aktif dalam setiap proses Pembangunan Bangsa Indonesia. PIRA juga sebagai bagian dari elemen Bangsa Indonesia merasa terpanggil untuk berperan aktif dalam upaya memahami permasalahan hukum secara luas dan komprehensif.
Ramainya diskusi dan pemberitaan di media massa tentang RUU-KUHP yang tidak berpihak pada keadilan gender, artinya, tidak menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai subjek hukum yang setara, sungguh bikin miris. Apalagi di tengah upaya kita memberdayakan sumber daya manusia Indonesia unggul.
Pada ulang tahunnya yang ke-10, kami berinisiatif melakukan Diskusi Interaktif dengan topik “Pemahaman Hukum yang Adil dan Berperspektif Gender”, Bentuk diskusi adalah Diskusi Interaktif yang diikuti oleh kurang lebih 250 kader dan anggota PIRA ini dimaksud sebagai media informasi dan saling komunikasi bagi upaya peningkatan pengetahuan, pemahaman, arah, langkah dan penyatu persepsi tentang hukum yang berkeadilan gender.
Diskusi akan dibuka oleh Ketua Umu PIRA dr. Sumarjati Arjoso, SKM. Kemudian dilanjutkan dengan Pidato Kunci dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai GERINDRA, Bapak Ahmad Muzani. Dilanjutkan dengan Bapak Supratman Andi Agtas, SH., MH. dan Ibu Saraswati Djojohadikusumo, S.H. Kemudian diskusi bahasan dari Ibu DR. (HC) Nursyabani Katjasungkana, yang pemikirannya sudah dikutip di awal. Moderator diskusi adalah Ibu Lista Hurustiati, S.H.
Mari perempuan Indonesia, jangan ragu berpartisipasi dan aktif dalam membangun bangsa kita. Untuk Indonesia yang raya!
Salam Indonesia Raya!