oleh: Asyari Usman
Kalau mau disebut ada aspek yang tak terduga oleh KPU dalam rencana mereka untuk mencurangi kemenangan Prabowo, maka aspek itu adalah reaksi keras rakyat. Sungguh di luar kalkulasi mereka. Inilah yang membuat eksekusi pencurangan menjadi berantakan. KPU tidak mengira ‘resolve’ (tekad) masyarakat begitu keras dan tak kenal lelah dalam melawan kecurangan.
Tidak hanya tekad yang keras. Reaksi rakyat terhadap kejahatan KPU diperkuat pula oleh para relawan IT dari segela penjuru untuk membongkar dan memergoki penggelembungan suara Jokowi ketika dilakukan ‘input’ data C1. KPU dibuat kucar-kacir. Puluhan ribu ‘salah ketik’ (yang sebenarnya adalah ‘salah niat’), ditemukan satu per satu oleh para pakar IT yang berhasil masuk ke Situng KPU.
KPU hanya bisa bolak-balik mengatakan ‘tak sengaja’. Alasan mereka selalu ‘human error’. Padahal, yang terjadi adalah ‘moral error’. Moral yang bejat.
Pencurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) oleh KPU dalam proses penghitungan nyata (real count) pilpres 2019 ini, gagal total. Semua ‘trick’ (muslihat) yang diterapkan oleh lembaga pelaksana pemilu ini, tertangkap basah oleh para relawan IT. Jadi, bukan hanya kejahatan pemilu saja yang bisa dilakukan secara sistematis, tetapi kejahatan besar itu juga bisa pula dibongkar secara sistematis oleh para pakar IT yang menggunakan ilmunya untuk tujuan baik.
Sangat mengherankan, KPU tetap saja keras kepala melanjutkan kejahatan pemilu itu. Mereka tidak perduli dengan sorakan mengejek dari masyarakat. Misalnya, KPU tetap melanjutkan taktik mendahulukan input C1 yang menguntungkan persentase perolehan suara Jokowi. Mereka, sebaliknya, menunda atau melambatkan input C1 yang berisi kemenangan Prabowo. Sehingga, persentase ‘real count’ yang dipajang di Situng KPU tetap sama dengan ‘quick count’ tipuan yang ditayangkan oleh stasiun-stasiun TV pro-kejahatan.
Salah satu musuh berat KPU dalam upaya merampas kemenangan Prabowo adalah aktivitas ‘real count’ (RC) yang sangat rapi oleh situs Jurdil2019-org. Website ciptaan para relawan alumni berbagai perguruan tinggi seluruh Indonesia itu, akhirnya diblokir oleh Kemenkominfo dengan alasan ada konten negatif. Tindakan dzolim Menkominfo itu tak akan pernah dilupakan dan tidak akan dimaafkan oleh rakyat.
Padahal, Jurdil2019-org hanya ingin menyajikan kejujuran. Website ini menampilkan persentase perolehan suara yang berbanding terbalik dengan persentase hasil kejahatan KPU. Mereka resah melihat RC Jurdil2019-com yang dilakukan secara cermat, tanpa ada pihak yang dicurangi.
Pencurangan pilpres 2014 bisa lancar, tanpa hambatan, karena KPU waktu itu diuntungkan oleh popularitas Jokowi. Sekarang, pilpres 2019 jauh berbeda. Tiba-tiba saja KPU terkepung oleh massa rakyat yang cerdas dan tak punya urat takut lagi.
KPU sama sekali tak menyangka reaksi keras dan rapi yang ditunjukkan oleh rakyat.
(Penulis adalah wartawan senior)