PENYANDANG DISABILITAS,
“ASET BANGSA UNTUK MENDUKUNG KESEJAHTERAAN TANPA PEMBEDAAN”
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indoneisa bekerjasama dengan
Tunas Indonesia Raya (TIDAR)
Jakarta, Puri Agung Sahid Jaya Hotel, 5 Desember 2018.
Republik Indonesia akhirnya telah memiliki Undang-Undang Penyandang Disabilitas Nomor 8 Tahun 2016. Undang-undang yang sangat tinggi tingkat kebutuhan dan kebermanfaatannya ini, karena tentu saja menjadi secercah harapan baru bagi para penyandang disabilitas di Indonesia.
DPR RI telah mengesahkan RUU Penyandang Disabilitas menjadi Undang-Undang pada penutupan Masa Sidang III 2015/2016. Dengan pengesahan tersebut, hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga negara diharapkan dapat ditunaikan oleh negara sebagaimana mestinya.
Di Indonesia, menurut Basis Data Terpadu Pemerintah Indonesia tahun 2015 -data yang sayang sekali pasti angkanya sudah bertambah banyak karena telah terpaut jarak tiga tahun- jumlah penduduk penyandang disabilitas berada pada kisaran angka 6 juta penduduk. Dari jumlah itu, sekitar 1,5 juta penduduk masih berada dalam usia sekolah atau wajib belajar.
Dalam telaah singkat ini dapat digaris-bawahi, UU Nomor 8 Tahun 2016 adalah momentum penghapusan setiap tindakan marginalisasi dan diskriminasi kepada para difabel atau penyandang disabilitas. Paling dasar dan sederhana adalah fasilitas publik yang ramah kepada kaum difabel, atau penyandang disabilitas. Bahkan di DKI Jakarta, kota besar dan Ibu kota negara, mudah sekali kita temukan trotoar atau fasilitas pejalan kaki yang tidak ramah kepada mereka. Atau, kalau pun ada, fasilitas ini disalahgunakan sebagai area parkir atau berjualan.
Itulah sebabnya setelah Undang–Undang Penyandang Disabilitas disahkan, langkah berikutnya ialah merumuskan aturan lewat peraturan pemerintah yang menjadi turunannya.
Tercatat ada 11 peraturan pemerintah yang perlu disusun sebagai turunan atau pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016. Namun, upaya untuk segera membuat peraturan pemerintah pendukung pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 2016 ini berlangsung lambat dan tampak kurang menjadi prioritas.
Pemerintah telah membentuk Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang bertugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, advokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak-hak penyadang disabilitas. Tetapi kembali, kami mencatat upaya yang tidak segera dan lambat untuk mewujudkan tugas yang seharusnya segera diselesaikan komisi ini.
Tanpa peraturan pemerintah, tidak mungkin melaksanakan semua isi UU Nomor 8 Tahun 2016 ini. Karena tidak akan ada tolak-ukur atau pijakan atas pemanrtauan, evaluasi dan advokasi pelaksanaannya.
KND seharusnya terbentuk tiga tahun setelah UU disahkan atau maksimal pada Maret 2019. Namun demikian sampai saat ini belum ada tanda-tanda komisi ini akan segera dibentuk.
Kegiatan kami pada hari ini selain tentu saja sebagai upaya silaturahmi kami dengan para kelompok penyandang disabilitas, juga memiliki beberapa tujuan yang khusus. Yaitu:
-
Mengevaluasi pelaksanaan UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
-
Membahas peran Pemerintah/ Kementerian dalam implementasi UU Nomor 8 tahun 2016 tentag Penyandang Disabilitas
-
Membahas aspek regulasi yang harus dibuat sebagai amanat UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
-
Membahas implementasi UU Penyandang Disabilitas di daerah, khususnya di DKI Jakarta.
-
Menyampaikan Harapan Masyarakat Difabel setelah disahkannya UU Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Kami berharap, kehadiran beberapa tokoh nasional dalam acara ini, yaitu Bapak Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Bapak Hashim S. Djojohadikusumo, Bapak Ahmad Muzani, dan Bapak Anies Baswedan; dapat membantu memberi makna positif agar seluruh harapan dan tujuan kegiatan ini dapat dicapai.
Jakarta, 5 Desember 2018.
dr. Sumarjati Arjoso, SKM