Agnes Marcellina
Indopolling Network merilis hasil survey Peta Elektoral Capres dan Partai Politik di Jawa Barat Periode Oktober 2018 di Bakoel Koffie, 6 November 2018. Saya diundang menjadi salah satu narasumber dalam kapasitas sebagai caleg DPR RI Jabar XI bersama dengan Bambang DH (Ketua DPP PDIP), Prof. Dr. Hermawan Sulistyo, MA, Phd, APU (Peneliti LIPI) dan Dr. Ade Reza Haryadi (Pengamat Politik).
Hasil survey tersebut menyatakan:
Pertama, tidak ada perubahan dukungan signifikan terhadap kedua paslon di pertanyaan tertutup. Mereka yang belum memutuskan masih lebih tinggi. Yakni 47,6%
Kedua, pemilih dari segmen pendidikan rendah-menengah mendukung Jokowi-Ma’ruf sedangkan pemilih dari segmen pendidikan atas-tinggi adalah pendukung Prabowo-Sandi
Ketiga, PDIP, Gerindra dan Golkar adalah 3 partai yang paling didukung tetapi yang masih belum memutuskan ada 53%
Keempat, isu penting masalah yang harus segera diselesaikan adalah terkait dengan harga sembako yang mahal dan susah mencari pekerjaan.
Kelima, masyarakat puas terhadap kinerja Jokowi, pemerintah pusat dianggap berhasil, tingkat kesukaan terhadap Jokowi mencapai 64% dan terhadap Prabowo 57%. Popularitas Ma’ruf Amin dan Sandiaga Uno hanya selisih 2%
Keenam, pada simulasi kertas suara PDIP unggul 19,5%, Gerindra 13,8% dan Golkar 9,2%. Tiga partai politik PDIP, Gerindra dan Golkar dianggap partai politik pro rakyat dengan kinerja terbaik.
Metodologi survey yang dilakukan oleh Indopolling adalah metode multistage random sampling selama periode 9-15 Oktober 2018 dengan jumlah sample sebanyak 1.200 responden. Hasil survey tersebut patut diapresiasi dan digunakan oleh partai-partai politik sebagai rujukan untuk memaksimalkan kerja mesin partai di Jawa Barat.
Saya, sebagai caleg DPR RI Jabar XI yang meliputi kab. Garut, kab/kota Tasikmalaya juga melakukan survey internal yang berbeda cara dan metode tetapi hasilnya tidak jauh berbeda yang dilakukan Indopolling Network di wilayah Garut dan Tasikmalaya.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
Pertama, hampir 100% pemilih beretnis Sunda menginginkan adanya perubahan, dan capres yang mereka pilih adalah Prabowo-Sandi. Responden sangat tidak puas terhadap kinerja pemerintahan saat ini karena masalah ekonomi. Untuk bisa makan seluruh keluarga uang yang mereka cari adalah dari hari per hari. Mencari pekerjaan juga sangat sulit sehingga bekerja serabutan apa yang ada dikerjakan.
Kedua, penegakan hukum juga menjadi isu pokok mengapa pemilih ingin mengganti presiden. Mereka menganggap bahwa persekusi terhadap ulama dan umat Islam tidak dapat ditolerir lagi. Garut dan Tasikmalaya adalah daerah santri sehingga emosional pemilih terhadap isu agama cukup kental. Tidak bisa dipungkiri bahwa di masjid-masjid ada ajakan untuk memilih pemimpin yang dianggap lebih baik, lebih tegas, lebih adil dan mampu membawa Indonesia lebih baik dan pilihan mereka adalah kepada Prabowo Subianto. Ketokohan Sandiaga Uno di wilayah ini juga membawa magnet dengan istilah Sandi “nendang”.
Ketiga, pemilih perempuan menjadi lebih partisipatif terhadap ajang pilpres dan pileg 2019. Hal ini terbukti dari animo emak-emak yang “membludak” saat kedatangan Sandiaga Uno ke Garut bulan Oktober lalu. Elektabilitas Prabowo-Sandi tidak bisa dibendung.
Keempat, dari responden pendatang yang bersuku Batak, Jawa dan Minang, sebagian dari mereka ada yang memilih petahana dan sebagian Prabowo-Sandi. Persentase 50%-50%. Tidak banyak jumlah pendatang di Jabar XI ini dibandingkan dengan etnis Sunda sebagai penduduk asli.
Kelima, responden etnis Tionghoa dan non muslim, hampir 90% memilih Jokowi-Ma’ruf and sisanya belum menentukan pilihan. Dari 1,8 juta pemilih di Garut kelompok ini ada sekitar 3.000 – 4.000 DPT. Sedangkan di Tasikmalaya dari 1,4 juta pemilih, kelompok minoritas ini ada di kisaran angka 5.000 – 6.000 pemilih. Nama Prabowo di kelompok pemilih ini masih dihubung-hubungkan dengan peristiwa 1998 yang mereka yakini benar, padahal tidak ada fakta yang membuktikan ini.
Selama periode 4 tahun ini mereka juga tidak memungkiri bahwa ekonomi menjadi hambatan bagai usaha usaha mereka yang kebanyakan adalah pedagang. Daya beli masyarakat sangat rendah dan berimbas kepada usaha mereka yang juga menurun.
Paradigma bahwa Prabowo- Sandi mendukung Islam garis keras perlu diluruskan bahwa hal ini tidak benar. Prabowo-Sandi adalah elite partai Gerindra yang platform politiknya sudah jelas yaitu nasionalisme dan bukan partai agama. Jika Prabowo- Sandi didukung oleh Ijtima Ulama tentu merupakan kepercayaan yang luar biasa bahwa Prabowo-Sandi dianggap mampu memegang amanah dari umat Islam sebagai shareholder terbanyak di negeri ini.
Keenam, saya meyakini bahwa petahana tidak akan menang di Jawa Barat , begitu pula PDIP. Sepanjang sejarah politik PDIP tidak pernah menang di Jawa Barat, apalagi dengan kondisi saat ini. Kekalahan PDIP tahun 2014 cukup besar, yaitu 4,6 juta suara dan akan sangat sulit diraih untuk mengejar ketertinggalan tersebut karena basis suara Jabar Selatan yang merupakan lumbung suara partai partai yang lain semakin tidak akan memilih PDIP dari beberapa hal yang saya sebutkan di atas.
Selain hal tersebut di atas, dari hasil survey Indopolling, ada hampir 50% responden yang tidak menjawab dengan alasan rahasia dan belum menentukan pilihan. Angka tersebut sangat besar sehingga hasil survey dimana petahana dan PDIP menang tipis di Jawa Barat belum teruji secara menyeluruh dan dari jumlah 50% tersebut, disitulah pemilih Prabowo-Sandi berada. Survey-survey yang pernah dilakukan oleh berbagai lembaga saat Pilkada Jawa Barat 2018, pasangan Sudrajat–Syaiku dikabarkan sangat rendah tetapi hasil akhirnya jauh melampaui dari hasil-hasil survey yang ada.
Kesimpulannya, Gerindra akan menjaga Jawa Barat sebagai lumbung suara dengan kinerja mesin partai untuk memenangkan secara telak Prabowo- Sandi menjadi pemimpin di 2019.
Salam Indonesia Raya.
7 November 2018.
Tulisan ini telah dimuat pada Facebook pribadi Agnes Marcellina, caleg DPR RI dari Partai Gerindra, Dapil Jawa Barat XI.